Aku ingin bebas.
Aku ingin terbang.
Aku ingin terlepas dari segala tuntutan.
Aku ingin membuat sistemku sendiri.
Aku ingin ...
terbebas dari pikiranku saat ini.
Selama ini aku merasa terlalu bermain aman, terlalu mempedulikan pendapat orang, terlalu memikirkan keadaan orang lain, tanpa sadar tidak merasakan keberadaan diri. Namun di lain hal, aku merasa aku terlalu egois, terlalu kerasa kepala, terlalu muna, terlalu mementingkan diri sendiri.
Selama dua minggu ini keadaan semakin mencekam. Memperparah kecemasanku. Seringkali aku memanggil mama dan papa tanpa alasan. Setelah memanggil mereka berulangkali, jiwa di dalam diriku terasa ringan. Sesaat sesak di dadaku terasa longgar. Kecemasanku sebenarnya bisa aku rasakan - bisa aku telusuri penyebabnya. Hanya aja, rasa sakit atas pengakuan diri terhadap masalah tersebut yang selalu menghalangiku untuk terus mengakuinya. Ketakutan adalah monster yang harus aku jinakkan.
Ketakutan itu menjadikanku orang yang tidak bertanggungjawab. Menghindari masalah dan hanya bisa menghindari. Aku menyadari hal ini membuat orang sekelilingku kecewa - kepercayaan yang telah mereka berikan aku sia-siakan. Teman-temanku, bahkan orangtua ku. Aku yakin mereka kecewa. Seperti halnya kesempatan akan karir yang diberikan oleh teman-temanku, aku hiraukan. Aku menghindar. Aku tidak sanggup mengangkat panggilan telfon. Bahkan mendengar getaran handphone saja aku ketakutan. Hingga sampai ditahap aku merasa halu telah mendengarkan getaran handphone selama di ruang kedap suara. Langkah yang kuambil agar tidak semakin cemas adalah mematikan semua notifikasi di handphone. Aku akan membuka aplikasi, jika aku ingat dan sedang ingin membukanya.
Semingguan ini handphone ku matikan. Aku tahu pasti ada yang kecewa dengan sikap yang ku ambil ini. Namun itu semua demi kalimat pertama yang kuketik di post ini, aku ingin bebas. Aku ingin terbebas dari segala ketakutanku, bahwa aku takut dibenci orang, aku takut dimarahi orang, aku takut mencintai diriku sendiri.
Kepada teman-teman dan orang-orang yang selama ini berhubungan denganku, terima kasih banyak atas perhatian kalian. Aku akan menarik nafas kembali, kemudian aku akan bertahan dan menghembuskannya secara perlahan bersama dengan langkah-langkah hidupku. Bermodalkan setarik nafas tersebut, aku tidak ingin menyia-nyiakan udara dalam diri ini. Aku akan memanfaatkannya dengan baik, sebagaimana aku sendiri yang menghirupnya, dan untuk aku agar tetap hidup.
Maaf aku egois.
Ketakutan itu menjadikanku orang yang tidak bertanggungjawab. Menghindari masalah dan hanya bisa menghindari. Aku menyadari hal ini membuat orang sekelilingku kecewa - kepercayaan yang telah mereka berikan aku sia-siakan. Teman-temanku, bahkan orangtua ku. Aku yakin mereka kecewa. Seperti halnya kesempatan akan karir yang diberikan oleh teman-temanku, aku hiraukan. Aku menghindar. Aku tidak sanggup mengangkat panggilan telfon. Bahkan mendengar getaran handphone saja aku ketakutan. Hingga sampai ditahap aku merasa halu telah mendengarkan getaran handphone selama di ruang kedap suara. Langkah yang kuambil agar tidak semakin cemas adalah mematikan semua notifikasi di handphone. Aku akan membuka aplikasi, jika aku ingat dan sedang ingin membukanya.
Semingguan ini handphone ku matikan. Aku tahu pasti ada yang kecewa dengan sikap yang ku ambil ini. Namun itu semua demi kalimat pertama yang kuketik di post ini, aku ingin bebas. Aku ingin terbebas dari segala ketakutanku, bahwa aku takut dibenci orang, aku takut dimarahi orang, aku takut mencintai diriku sendiri.
Kepada teman-teman dan orang-orang yang selama ini berhubungan denganku, terima kasih banyak atas perhatian kalian. Aku akan menarik nafas kembali, kemudian aku akan bertahan dan menghembuskannya secara perlahan bersama dengan langkah-langkah hidupku. Bermodalkan setarik nafas tersebut, aku tidak ingin menyia-nyiakan udara dalam diri ini. Aku akan memanfaatkannya dengan baik, sebagaimana aku sendiri yang menghirupnya, dan untuk aku agar tetap hidup.
Maaf aku egois.