Skip to main content

Apa sih yang aku takutkan?

  • Takut, menghadapi teman-teman yang telah membantuku selama ini. Aku telah mengecewakan mereka dan selalu menghindar dari masalah. Kabur dan tidak ingin dihubungi. Aku malu atas kelakukan yang tidak bertanggungjawab ini. Setiap mengingat mereka saja, aku merasa ingin menyudahi saja hidupku. Benar-benar kurang ajar aku ini!

  • Takut, kehilangan orang-orang terdekat, mama papaku lebih spesifiknya. Mereka berdua adalah orang yang selalu hadir meski selama ini aku berperan menjadi manusia antagonis. Well, aku sering bilang ga mau dengerin nasihat mereka. Sering marah ke mereka selama 6 minggu work from home ini. Aku juga sering menyampaikan pendapat dan keinginan yang inkonsisten. Jahat pokoknya.

  • Takut, karir hanya sebatas tukang buat gambar dan video. Yes, tukang. Selama ini aku merasa hanya sebagai tukang bukan perancang konsep. Meski baru 4 bulan bekerja di perusahaan baru dan satu konsepku sudah dijadikan internal corporate campaign, tapi aku masih belum puas. Saat itu, konsep tersebut juga masih belum diterima chief-ku 100%. Tapi cukup bersyukur.

  • Takut, hidup miskin. Jika aku hidup sendiri tanpa menanggung hidup orang lain, aku terima keadaan itu. Hanya saja saat ini, aku belum berani. Aku belum bisa melepas kehidupan bersama orangtua. Aku harus menjaga mereka, membantu memenuhi kebutuhan hidup mereka, memastikan mereka hidup sejahtera di hari pensiun mereka. Sehingga saat aku memutuskan untuk benar-benar pergi nanti, aku merasa lega (Aku memutuskan untuk pergi jauh dan mandiri mulai 5 tahun ke depan, terhitung sejak awal aku diterima di perusahaan baru).

  • Takut, 'rencana 5 tahun ke depan'-ku gagal. Lima tahun kedepan aku berharap, aku dapat pergi dan hidup sendiri. Sekarang sedang mempersiapkan diri dengan belajar bahasa baru dan keahlian baru. Jadi, aku harus benar-benar kuat secara mental, fisik dan finansial. Finansial perlu, karena aku akan merasa aman.

  • Takut, hidup sendiri. Sudah dibilang bukan, bahwa aku inkonsisten? Ngomong di depan khalayak berani untuk hidup sendiri (maksudku tanpa menikah). Aku bahkan berpendapat seperti itu ke kolega di kantor awal meniti karir, sampai saat ini aku masih menjalin komunikasi dengan mereka dan mereka masih mempertanyakan hal itu. Mereka merasa aku hanya bercanda. Nyatanya, aku merasa cukup takut untuk berbagi perasaan dengan orang lain. Mengakui dan menerima perasaan sendiri saja sangat susah, apalagi orang lain. Namun, di lain sisi aku merasa khawatir. Siapa nanti yang akan peduli dengan kehidupanku? Aku sudah merasa hidup sendirian sejak kecil! Aku kesepian!

Sejauh ini, hal-hal tersebut yang berputar di pikiran dan membuat tidak fokus melakukan kegiatan sehari-hari. Memikirkan hal tersebut membuat sesak dada, nyeri perut, nafas yang terengah-engah, kulit gatal-tolong, aku cukup takut.

Ini pengakuan atas ketakutanku. lol

Popular posts from this blog

lalalalove (person 2)

been stucking on someone i barely met. he is a german who works in an investment company that has a coorperation with bappenas, our national organisation. he works in jakarta only a year. we just met 3 times, but i already attached with him on the third meeting. since the third meeting until today it's been more than a month we haven't met. the fool part is, i've been thinking of him a lot. sick. i'm sick of his unavailable emotional. i've been questioned, is it how german behave to the casual relationship? even don't give a damn about emotional thing? or am i the one who can't do casual thing because i still needed emotional intimacy? i can't deny that i am really into him while he isn't into me. i hope this feeling can disappear gradually over time (at least before end of 2024). caeli, i wanna hugging you now when he won't. a photo when i was heading to his place. it was the second date.